Pertanyaan pertama: “Gimana, sudah betah di Ma'had?”
Mendengar pertanyaan ini, santri baru yang awalnya berusaha menyusun benteng yang kokoh agar tidak menangis, tiba-tiba bisa runtuh pertahanannya. Yang namanya santri baru, tentu tidak semudah itu untuk betah, seburuk apapun kisah kehidupan di rumahnya. Orang tua memang kepo dengan perasaan anaknya, tetapi hendaknya mengganti pertanyaan ini dengan kalimat lain, misalnya: “Sudah ikut kegiatan apa saja di Ma'had? Sudah banyak kenalan, ya? Ada keseruan apa saja yang sudah dilakukan di Ma'had?” Nah, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menggiring pikiran anak pada hal-hal positif yang ada di pesantrennya.
Pertanyaan kedua: “Kamu cocok nggak sih sama makanan di Ma'had?”
Pertanyaan semacam itu akan membuat pikiran anak cenderung membandingkan apa yang dia makan sebelum mondok dan sesudahnya. Dia akan teringat pada hidangan yang biasa dia makan di rumah. Selezat apapun makanan yang disediakan oleh pesantren, biasanya seorang santri baru masih terbayang apa yang menjadi selera asalnya. Alih-alih bertanya seperti itu, sebaiknya orang tua menasehati agar anak mensyukuri segala rezeki yang diterima di Ma'had, baik berupa makanan, minuman, maupun ilmu yang bermanfaat.
Pertanyaan ketiga: “Kamu kapan boleh izin pulang? Kapan liburan?”
Pertanyaan semacam itu akan membuat pikiran anak cenderung membandingkan apa yang dia makan sebelum mondok dan sesudahnya. Dia akan teringat pada hidangan yang biasa dia makan di rumah. Selezat apapun makanan yang disediakan oleh pesantren, biasanya seorang santri baru masih terbayang apa yang menjadi selera asalnya. Alih-alih bertanya seperti itu, sebaiknya orang tua menasehati agar anak mensyukuri segala rezeki yang diterima di Ma'had, baik berupa makanan, minuman, maupun ilmu yang bermanfaat.
Commenti